Perdagangan Karbon Hutan Untuk Tata Kelola Hutan Yang Baik

Perdagangan Karbon Hutan Untuk Tata Kelola Hutan Yang Baik

20220914060809

Perdagangan karbon di Indonesia, baik dalam negeri maupun luar negeri, diatur oleh Pemerintah sesuai konstitusi dan konvensi internasional. Dalam mengelola sumber daya alam dan memastikan kemakmuran rakyat, pemerintah memiliki kendali atas pasar karbon Indonesia. Perpres 98/2021 dan PermenLHK 21/2022 telah diterbitkan untuk mengatur tata kelola perdagangan karbon, yang berlaku bagi entitas bisnis pemegang Persetujuan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH). Pelanggaran terhadap regulasi ini dapat mengakibatkan sanksi, termasuk pencabutan izin konsesi hutan.

Entitas bisnis pemegang PBPH wajib mematuhi regulasi yang ditetapkan. Direktur Pengendalian Usaha Pemanfaatan Hutan, Khairi Wenda, menegaskan bahwa pelanggaran terhadap regulasi perdagangan karbon telah mengakibatkan pembekuan dan pencabutan izin konsesi hutan. Sebagai contoh, PT. Rimba Raya Conservation kehilangan izinnya karena melakukan pemindahtanganan perizinan tanpa persetujuan, transaksi perdagangan karbon melebihi izin yang dimiliki, dan melanggar perjanjian kerja sama dengan Taman Nasional Tanjung Puting. Penerapan sanksi ini bertujuan untuk menegakkan peraturan, mencegah praktik double counting, dan mendukung komitmen global dalam menurunkan emisi karbon.

Peraturan yang ketat juga dijelaskan dalam Perpres 98 Tahun 2021 dan PermenLHK 21/2022. Proses perdagangan karbon melibatkan pendaftaran ke Sistem Registri Nasional (SRN), penghitungan emisi sesuai prinsip MRV, sertifikasi Sertifikat Penurunan Emisi (SPE), dan otorisasi untuk perdagangan karbon luar negeri. Langkah-langkah ini diambil untuk menghindari kontrak karbon yang tidak terkendali, memastikan transparansi dalam perdagangan, dan mendukung upaya global menurunkan emisi sesuai dengan Paris Agreement.

Pentingnya melakukan pengujian kualitas emisi karbon sangat berkaitan dengan efektivitas upaya global dalam menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK). Regulasi yang ketat, seperti yang diatur dalam Perpres 98/2021 dan PermenLHK 21/2022 di Indonesia, menunjukkan kesadaran akan dampak lingkungan dan iklim dari aktivitas manusia. Pengujian kualitas emisi karbon menjadi kunci untuk memastikan bahwa setiap langkah mitigasi dan perdagangan karbon yang diambil oleh entitas bisnis sesuai dengan prinsip-prinsip Measurable, Reportable, dan Verifiable (MRV).

Proses pengujian ini membantu memastikan bahwa penurunan emisi GRK yang dihitung oleh pelaku usaha atau kegiatan sesuai dengan standar nasional dan metode yang telah disepakati. Hal ini sangat penting untuk menghindari praktik double counting atau klaim ganda antar negara, yang dapat merugikan upaya global menurunkan emisi karbon. Sertifikasi melalui Sertifikat Penurunan Emisi (SPE) menjadi alat tukar yang bernilai moneter, dan pengujian kualitas emisi karbon memastikan bahwa nilai yang diperdagangkan mencerminkan penurunan emisi yang nyata dan terukur.

Selain itu, otorisasi untuk perdagangan karbon luar negeri, seperti yang dijelaskan dalam regulasi, membantu mencegah kontrak karbon yang tidak terkendali dan memastikan transparansi dalam perdagangan. Pengujian kualitas emisi karbon menjadi alat penting dalam memvalidasi data, mengidentifikasi pelanggaran, dan memberikan keyakinan kepada pihak yang terlibat, termasuk pemerintah dan investor, bahwa langkah-langkah mitigasi emisi dijalankan secara etis dan sesuai dengan komitmen nasional maupun internasional untuk mengatasi perubahan iklim.

Ajukan pertanyaan
1
Ada bisa yang kami bantu?
Halo Sobat Persada!
Apakah ada yang bisa kami bantu?