Dagang Karbon, Bagaimana Caranya?
Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) berusaha mengatasi perubahan iklim dengan mencatatkan pelaksanaan Aksi Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim, Nilai Ekonomi Karbon (NEK), dan sumber daya perubahan iklim pada SRN Pengendalian Perubahan Iklim. Direktur Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan Monitoring Pelaporan Verifikasi, Hari Wibowo, menjelaskan bahwa SRN PPI berfungsi sebagai dasar pengakuan pemerintah terhadap kontribusi penerapan NEK dan sebagai penyedia data aksi dan sumber daya mitigasi perubahan iklim.
SRN PPI juga bertujuan untuk menghindari penghitungan ganda aksi mitigasi, bahan penelusuran pengalihan, dan pertimbangan kebijakan operasional lebih lanjut. Pelaku usaha, pemerintah daerah, dan masyarakat dapat mencatatkan dan melaporkan pelaksanaan NEK pada SRN PPI. Hari Wibowo menekankan pentingnya SRN PPI untuk menghindari konflik kepemilikan karbon dan mencapai target NDC Indonesia.
Dalam konteks perdagangan karbon, Hari Wibowo menyoroti prinsip-prinsip terkait penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon dan Perdagangan Karbon sebagaimana diatur dalam Perpres No. 98/2021. Pelaku usaha harus mematuhi prinsip MRV (Measurable, Reportable, Verifiable) dalam menghitung penurunan emisi GRK. Hari Wibowo menegaskan bahwa kompatibilitas dengan perdagangan karbon yang sudah ada dapat dilakukan dengan penyesuaian prosedur sederhana.
Apabila penurunan emisi GRK akan diperdagangkan, harus diubah ke dalam bentuk Sertifikat Penurunan Emisi (SPE) melalui proses sertifikasi. Hari Wibowo menekankan perlunya otorisasi untuk perdagangan karbon luar negeri guna menghindari penjualan berlebih dan sengketa kepemilikan karbon. Proses mencatatkan SRN sampai terbitnya SPE-GRK melibatkan beberapa tahapan seperti mendaftar, menyusun dokumen DRAM dan LCAM, serta validasi oleh pihak ketiga.
Hari Wibowo juga membahas biaya penerbitan SPE-GRK dan mencatatkan proses yang telah dilakukan oleh beberapa pelaku usaha. Pihak KLHK telah mengusulkan tarif jasa pelayanan penerbitan SPE-GRK sebesar Rp3.000 per dokumen. Hal ini sebagai langkah untuk mendukung perdagangan karbon dengan biaya yang terjangkau.
Sosialisasi dan kolaborasi dengan berbagai pihak dianggap penting, dan KLHK telah membangun Rumah Kolaborasi dan Konsultasi Iklim dan Karbon (RKKIK) sebagai langkah untuk memfasilitasi pemangku kepentingan. Selama tahun 2021, 383 pelaku usaha telah mengajukan proses sertifikasi SRN, dengan beberapa di antaranya sudah mencapai tingkat penyusunan DRAM dan LCAM, bahkan mampu menerbitkan SPE, seperti Pertamina, PLN, dan Sidrap Bayu Energi. Meskipun demikian, ditemukan beberapa pelaku usaha yang proses pendaftarannya dihentikan karena double claim.