
Matahari terbit dengan riang menyambut bumi, ditemani secangkir kopi, sarapan pagi, dan hangat sapaan tetangga kanan kiri. Eit, tidak seindah itu. Pelan-pelan halaman rumah diselimuti asap tipis, aroma ‘sangit’ juga hadir seiring asap yang mendekat terbawa angin.
Ya, sepertinya fenomena bakar-bakar sampah telah menjadi bagian dari kearifan lokal masyarakat Indonesia, yang terjaga tanpa memandang batasan geografi dan perkembangan zaman. Benar memang tujuannya untuk volume sampah agar tidak menumpuk. Namun alih-alih menyelesaikan masalah, langkah ini justru seperti beralih dari satu masalah ke masalah lain.
Menteri Lingkungan Hidup (LH), bapak Hanif Faisol Nurofiq dalam kunjungannya pada acara Pembinaan Penilaian Kinerja Lingkungan Hidup Sektor Perhotelan di Nusa Dua, Badung, Bali (26/09/2025 menyoroti terkait penggunaan mesin incinerator dalam pengolahan sampah. “Bahwa penyelesaian pengelolaan sampah dengan menggunakan incinerator (skala kecil) ini benar-benar dilarang oleh Keputusan Menteri Lingkungan Hidup”.
Bukan tanpa alasan, pembakaran sampah yang dilakukan tanpa memenuhi standar tertentu berpotensi menimbulkan masalah yang bahkan lebih berbahaya dibanding sampah itu sendiri. Berikut MinPer rangkum, dampak pembakaran sampah yang tidak sempurna untuk lingkungan dan masyarakat :
Dampak Pembakaran Sampah bagi Lingkungan dan Masyarakat
Penyusunan aturan oleh Kementerian Lingkungan Hidup terkait pelarangan penggunaan incinerator skala kecil yang tidak memenuhi standar tentu didasarkan pada pertimbangan yang matang, berkaitan dengan dampak yang dihasilkan oleh proses pengolahan sampah tersebut.
a) Kontribusi pada Pemanasan Global
‘Alah, orang cuma sampah segini masa ngefek ke seluruh dunia?’. Kalimat yang sangat familiar di telinga kita. Sayangnya, data menunjukkan bahwa pengelolaan sampah (pembakaran terbuka, dll) menyumbang 4% dari total emisi Gas Rumah Kaca (GRK) di seluruh dunia. Semakin banyak panas yang ditangkap dapat mengalihfungsikan GRK yang awalnya untuk menjaga keseimbangan suhu bumi, justru memantulkan kembali panasnya ke permukaan bumi. Tidak heran jika makin kesini, bumi kita terasa semakin panas, ya?
b) Proses Pembakaran Tidak Berlangsung Sempurna
Tidak bisa dipungkiri bahwa data yang dilansir oleh atnews.id menunjukkan bahwa insinerator memang dapat mengurangi volume sampah hingga 90%. Namun, tidak artinya serta merta metode ini efektif untuk mengurangi dampak negatif sampah bagi lingkungan.
Proses pembakaran yang ideal berada pada suhu ± 1.850 °C, sehingga proses pembakaran yang tidak sempurna justru melahirkan rentetan dampak yang jauh lebih berbahaya bagi lingkungan dan masyarakat.
c) Menghasilkan Zat Berbahaya (Dioksin dan Furan)
Layaknya kakak-beradik, zat Dioksin (PCDD) dan Furan (PCDF) merupakan senyawa kimia yang bukan hanya beracun, namun juga persisten di lingkungan. Persisten dalam konteks ini diartikan bahwa senyawa ini dapat bertahan dalam jangka waktu yang sangat panjang di lingkungan dan sulit diuraikan. Selain dapat bertahan lebih dari 20 tahun, senyawa ini dapat masuk dan terakumulasi dalam rantai makanan, sehingga sangat berbahaya apabila dikonsumsi oleh makhluk hidup. Dampaknya luar biasa berbahaya, bahkan dapat menyebabkan kanker.
Mengutip dari jurnalis atnews.id, incinerator dan pembakaran sampah bisa jadi menghapus sampah, mengurangi volume sampah bahkan dalam porsi yang luar biasa besar. Namun taruhannya, masa depan kita juga ikut pupus, habis terbakar bersamaan dengan sampah yang hangus dibakar tanpa memenuhi metode yang terstandarisasi. Lantas apa solusinya?
Solusi Pengolahan Sampah yang Lebih Aman
“Dari Rumah, Bukan Dari Cerobong”. Suatu kalimat yang MinPer rasa sukses merangkum prinsip dasar pengolahan sampah yang hingga saat ini menjadi jalan paling ideal untuk menjawab permasalahan yang ditimbulkan dari proses pembakaran sampah ini. MinPer hormat banget deh buat penulis artikel dari atnews.id ini!
Baca Juga : Insinerator dan Pembakaran Sampah : Api yang Menghapus Sampah, Tapi Membakar Masa Depan
MinPer merangkum beberapa solusi yang aplikatif untuk diterapkan oleh Mitra Persada dalam mengelola sampah, baik di tingkat rumah tangga, maupun yang lebih kompleks seperti industri, dan sebagainya.
Penerapan Prinsip 5R dari Lingkup Terkecil
MinPer yakin Mitra Persada pasti sangat sering mendengar istilah 5R digunakan dalam berbagai situasi, kan? Nah, MinPer bantu Mitra Persada untuk melaksanakan 5R ini agar lebih mudah diterapkan dalam kehidupan Mitra Persada sehari-hari.
a) Refuse (Menolak)
Mitra Persada bisa mulai dari menolak menggunakan barang-barang yang tidak perlu dan berpotensi menjadi sampah. Membawa tas kecil untuk belanja di Supermarket, sederhana bukan?
b) Reduce (Mengurangi)
Mengurangi penggunaan barang sekali pakai. Semisal Mitra Persada membawa bekal ke kantor, membawa kotak makan dari rumah yang bisa dibawa setiap hari. Itu sudah bagian dari mengurangi penggunaan barang sekali pakai, lho!
c) Reuse (Menggunakan Kembali)
Misal di suatu pagi, kita melihat ibu-ibu sedang merapikan tanaman, menggunakan botol-botol bekas sebagai media menanam tumbuhan. Itu bukan sekadar ‘gabut’ lho, melainkan penerapan dari prinsip 5R ini. Simple? Lanjut!
d) Recycle (Mendaur Ulang)
Mengolah sampah menjadi produk baru. Ini bisa dilakukan dengan melebur plastik, mencacah kertas. Bahkan, ada lho yang membuat outfit dari kain-kain bekas yang ada di rumah. Kreatif banget kan!
e) Rot (Mengompos / Membusukkan)
Mengolah sampah organik menjadi kompos yang dapat digunakan sebagai pupuk, seperti sisa makanan, kulit buah, dan sebagainya. Terlalu ribet? Serahkan sama maggot, solusi ampuh untuk sampah organik Mitra Persada.
Memanfaatkan Inovasi Anak Bangsa
Berbicara tentang inovasi, sebenarnya Indonesia tidak kekurangan ide-ide brilian terutama terkait isu-isu umum dan berkelanjutan seperti pengolahan sampah ini. Cukup dengan mencari keyword pada halaman pencarian Anda di internet, ‘inovasi pengolahan sampah PKM’ dan segala gagasan cemerlang terkait pengolahan limbah dengan berbagai inovasinya akan muncul.
Terbaru, tim Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) dari Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) melahirkan inovasi terkini pengolahan sampah organik menjadi pelet yang tentunya memiliki nilai kebermanfaatan dan ekonomi bagi masyarakat tentunya. Masih banyak sekali inovasi anak bangsa yang bisa Mitra Persada adaptasi ke rumah / perusahaan tempat Mitra Persada bekerja.
Selain UNS, tim PKM Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha) menciptakan inovasi bernama ‘ROBOBIN’, tempat sampah berbasis otomasi IoT dalam pengelolaan sampah. Dengan dukungan teknologi yang mumpuni, tempat sampah ini memiliki penutup otomatis, serta memungkinkan monitoring dari pemilik terkait kondisi tempat sampah dari jarak jauh.
Lahirnya ide-ide brilian seperti ini, ditambah viralnya Pak Toni, sosok inisiator lingkungan asal Jawa Barat di media sosial beberapa waktu lalu diharapkan dapat memantik perhatian pemerintah dan pengusaha swasta untuk memberikan dukungan lebih terhadap implementasinya. Hal ini diharapkan agar generasi muda lebih semangat melahirkan gagasan-gagasan inovatif, yang dapat membantu Indonesia mencapai cita-cita Indonesia Emas 2045.
Belajar dari Teknologi di Berbagai Belahan Dunia
Belajar dari negara wilayah Eropa, Swedia hanya mengirim 1% sampah ke TPA. Sebanyak 52% sampah diolah menjadi energi panas untuk 1 juta rumah dan listrik bagi 250 ribu rumah melalui sistem waste to energy. Pemerintah juga membangun fasilitas Högbytorp di Stockholm yang menggabungkan teknologi biogas dan insinerasi untuk menghasilkan panas, listrik, serta kompos/pupuk cair. Fasilitas ini menciptakan pengelolaan sampah ramah lingkungan yang bermanfaat bagi masyarakat.
Lain Swedia, lain juga Jepang, yang dikenal peduli lingkungan, mengembangkan teknologi gasifikasi untuk mengubah limbah rumah tangga, medis, hingga lumpur menjadi energi. Dengan kapasitas 10.000–230.000 ton per tahun, proses ini memanaskan sampah pada suhu tinggi dengan oksigen terbatas hingga menghasilkan syngas sebagai bahan bakar listrik. Dibanding pembakaran konvensional, gasifikasi menghasilkan residu jauh lebih sedikit dan lebih ramah lingkungan.
Kesimpulan
Udara dan lingkungan yang bersih adalah hak untuk kita semua, sebagai makhluk hidup yang tumbuh dan berkembang di negara kita tercinta Indonesia. Paling tidak, ambil peran sekecil apapun yang kita bisa. MinPer dan Graha Mutu Persada mengambil peran dengan menyediakan laboratorium uji lingkungan yang tersedia di berbagai wilayah, seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Kalimantan, hingga Morowali, Sulawesi Tengah yang tentunya sudah sesuai dengan standar regulasi yang berlaku di Indonesia.
Hubungi MinPer di 0823-3454-2313 (Marketing GMP) atau jaga silaturahim dengan MinPer dengan follow akun Instagram @grahamutupersada.id!